Review Film Shazam! – Saved by The End

Akhirnya film produksi DC Extended Universe (DCEU) ini premiere juga pada 2 April 2019 di Indonesia. Film superhero yang satu ini bisa dibilang unik dan lain daripada yang lain. Koplak banget pokoknya. Mungkin itulah yang membuat film Shazam! ini mendapat rating tinggi yaitu 8,3/10 dari IMDb dan 9,2/10 dari Rotten Tomatoes. Arum coba membuat review singkat-nya…

Film berdurasi 2 jam 12 menit ini mengenalkan tokoh-tokoh baru dalam dunia superhero DC. Dari namanya saja sudah bisa kita tebak kalau tokoh pahlawan super satu ini sangat kocak, dan memang filmnya kocak.

Walau kocak, tapi saya pribadi sih merasa agak bosan saat menonton, karena kesannya agak dipaksakan ceritanya. Namun saya coba saja menikmatinya mengingat ceritanya beda dari yang lain.

Review film Shazam! | arum.me
Review film Shazam!

Scene diawali dengan setting tahun 1974 di kota New York, scene dimana kita melihat perjumpaan pertama dengan penyihir bernama Shazam (Djimon Hounsou) untuk mencari seorang “Champion of Eternity” alias juara abadi yang akan menjadi pewaris kekuatannya.

Saat ada seorang bocah yang diuji kelayakannya di goa, yang paling saya ingat adalah ulat yang seperti punya karakter. Aneh ya kedengarannya? Ya pokoknya itulah. Hehehe. Soalnya memang nampak mencolok si ulat ini. Scene selanjutnya adalah masa kini di kota Philadelphia.

Seorang bocah berusia 14 tahun bernama William “Billy” Batson (Asher Angel) adalah bocah panti asuhan yang bermasalah. Billy yang sibuk mencari ibu kandungnya membuat dirinya mengabaikan orang lain. Suatu hari ia diadopsi oleh keluarga Victor Vasquez (Cooper Andrews) dan Rosa Vasquez (Marta Milans) yang berlatar belakang anak yatim. Kebersamaan dengan mereka memunculkan rasa peduli dalam diri Billy, terutama saat Frederick “Freddy” Freeman (Jack Dylan Grazer) dibully oleh teman-teman sekolahnya.



Kepedulian inilah yang membuat Billy layak mendapat kekuatan Shazam hanya dengan menyebutkan namanya. Setelah menyebut kata “Shazam!”, Billy 14 tahun berubah menjadi Billy dewasa (Zachary Levi) dengan kostum ajaibnya yang berwarna merah menyala berikut kilat kuning di dada dan sayap putih.

Jelaslah dengan tubuh dewasa tapi otak anak 14 tahun, membuat Shazam menjadi superhero kekanakan yang egois dan haus popularitas. Jadi ada banyak konflik pribadi yang dialami oleh Billy dan saudara-saudara di keluarga barunya (Freddy, Mary, Eugene, Pedro dan Darla).

Konflik semacam inilah yang membuat filmnya membosankan sekaligus lucu. Seperti judul yang saya berikan, untunglah anti klimaks dari film ini benar-benar tidak terduga, jadi saya tidak benar-benar merasa bosan. Mungkin karena selama ini saya terbiasa dengan karakter pahlawan super yang berasal dari orang dewasa yang tidak kekanakan. Sementara film Shazam! mengusung hal sebaliknya.

Film yang disutradarai oleh David F. Sandberg ini “untungnya” dikemas dengan humor dan memiliki cukup plot twist sehingga masih bisa dikatakan cukup menarik.

Ada yang sudah berencana menontonnya? Silahkan saja karena film ini cukup menghibur dan menarik. Film ini cocok untuk ditonton oleh semua umur (SU) karena sama sekali tidak ada unsur kekerasan maupun pornografi. Jangan langsung beranjak ya setelah film Shazam! selesai, karena ada 2 post credit setelahnya. Film ini juga sudah disiapkan sekuelnya, sepertinya akan bergabung dengan superhero DCEU lainnya.

Selamat menonton dan terima kasih sudah membaca (:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *